Korelasi Kejang dan Epilepsi Dengan Gangguan Imunitas

Pada tahun 2009 Science Daily mempublikasikan sebuah liputan terhadap penelitian Universitas Colorado yang dirangkum dalam artikel berjudul “Brain’s Immune System May Cause Chronic Seizure”. Di liputan tersebut dijelaskan bahwa epilepsi bisa disebabkan bahan kimia yang dilepaskan oleh salah satu elemen penyusun sistem kekebalan untuk memperbaiki daerah otak yang rusak. Peneliti menemukan bahwa sel micro-glial berkumpul di daerah otak yang mengalami kerusakan. Kepala penelitian professor Daniel Barth mengatakan bahwa pada saat terjadi kerusakan atau infeksi otak, sistem kekebalan akan mencoba memperbaiki kerusakan tersebut. Selama proses ini terjadi, sel glial berpindah ke lokasi kerusakan dan melepaskan cytokine, semacam protein yang sayangnya mempunyai pengaruh buruk pada sel-sel neuron disekitarnya sehingga mengakibatkan kejang. Dalam penelitian tersebut, tim peneliti melakukan serangkaian pengujian terhadap tikus laboratorium dimana dalam penelitian tersebut, otak tikus-tikus tersebut disuntik bakteri untuk mengaktifkan sel-sel micro glial.
Tim peneliti percaya bahwa respons tahap awal sistem kekebalan tahap awal pada kasus trauma otak ini bisa menyebabkan kejang yang pertama. Pada respon tahap selanjutnya (proses ini bisa berjalan selama bertahun tahun) ada kemungkinan terjadi perubahan struktural pada otak yang bisa berkembang menjadi epilepsi kronis (seumur hidup). Barth mengatakan bahwa ada kemungkinan jika dilakukan intervensi pada saat yang tepat setelah terjadinya trauma dalam bentuk obat pengatur respon imunitas (immuno modulator), proses yang mengarah pada terbentuknya gejala epilepsi bisa dicegah. Masih menurut Barth, daripada memberikan obat anti kejang sekalian  saja diberikan obat anti immune yang bisa mencegah proses terjadinya epilepsi. Ini adalah temuan baru sebab selama bertahun-tahun para peneliti hanya memfokuskan penelitian pada neuron (sel-sel saraf) yang selama ini diduga menjadi penyebab langsung epilepsi yang sering diumpamakan sebagai badai petir mikro di dalam otak.
Pada karya ilmiah yang dipublikasikan oleh Cojocaru[2] ada bukti yang berkembang yang mengindikasikan peranan mekanisme auto immune pada beberapa kasus epilepsi baik epilepsi yang terjadi pada anak, epilepsi yang menyertai penyakit auto immune lain nya (lupus, alzheimer, dll), maupun epilepsi yang dikaitkan dengan benturan di kepala. Baru-baru ini auto immunitas ditengarai mempunyai kaitan dengan epilepsy karena ada hasil-hasil penelitian yang mendeteksi munculnya auto-antibodies yang berpotensi menyebabkan epilepsy. Sudah umum diketahui bahwa jika sebuah auto-antibodi terdapat pada seseorang, besar kemungkinan autoantibody yang lain juga akan ditemukan. Jadi ada kemungkinan bahwa kumpulan auto-antibodi tersebut lah yang menyebabkan epilepsi tersebut.
Sebagai contoh kasus, disebut adanya kaitan antara epilepsy dan penyakit lupus (Systemic Lupus Erythematosus – SLE). Sebagai referensi statistik, hingga 20% penderita Lupus pernah mengalami epilepsy. 5 – 10% penderita lupus pernah menderita epilepsi beberapa tahun sebelum dinyatakan positif menderita lupus. Hasil statistic ini menyimpulkan bahwa penderita lupus 8 kali lebih mungkin menderita epilepsi daripada orang kebanyakan. Tingginya prevalensi epilepsi pada beberapa penyakit auto immune membuat ilmuwan semakin meyakini adanya kaitan antara keduanya.
Contoh lainnya adalah seringnya pasien Alzheimer mendapatkan serangan kejang epilepsi, dimana sudah umum diketahui bahwa pada pada pasien Alzheimer terjadi proses inflammatory neurotoxic. Selain Lupus dan Alzheimer, pasien multiple sclerosis juga kadang-kadang mengalami epilepsi yang lebih partial. Sebagai catatan, multiple sclerosis juga merupakan penyakit auto-immune.
Referensi
[2] Reaction of Immune System in Epilepsy

0 komentar:

Posting Komentar

More

Whats Hot