Diabetes Tipe 2 dan Autoimun

Diabetes adalah penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala turun nya berat badan, rasa haus dan lapar yang berlebihan, urinasi (kencing) terus menerus, pandangan menjadi kabur, dan kadang-kadang rasa mual dan muntah. Sesorang dinyatakan terkena diabetes jika kadar gula puasa (minimal 8 jam) diatas 125 mg / dl. Kadar gula puasa orang normal seharusnya ada di tingkat 60 – 99, sedangkan level antara 100 – 125 mg/dl disebut tingkat pre-diabetes. Tujuan pengobatan diabetes adalah menjaga kadar gula normal dan pencegahan kerusakan jaringan tubuh akibat tingkat gula darah yang terlalu tinggi.
Diabetes mengakibatkan komplikasi pada berbagai organ tubuh. Pada mata diabetes bisa meningkatkan resiko glukoma, katarak, dan retinopathy. Glukoma terjadi karena terjadi tekanan pada pembuluh yang mengalirkan darah pada mata dan saraf-saraf optik. Kalau terlalu lama dibiarkan saraf dan pembuluh darah akan rusak dan terjadi kebutaan total. Katarak adalah kondisi yang menyebabkan pandangan kabur karena lensa mata mengeruh. Retinopathy adalah istilah umum yang diberikan pada semua gangguan pada retina yang pada penderita diabetes disebabkan oleh terganggunya pasokan darah ke retina.
Diabetes juga bisa mengakibatkan kerusakan saraf (disebut neuropathy). Neuropathy pada kaki bisa menurunkan kemampuan kaki merasakan panas, dingin, dan sakit. Artinya kaki kita bisa lecet, terluka sepanjang hari tanpa kita merasakannya. Saat penderita tahu, infeksi sudah terjadi. Karena infeksi tidak bisa terasa oleh penderita seringkali penderita merasa masih mampu untuk berjalan dengan normal. Kondisi inilah yang seringkali memperparah infeksi, padahal penderita diabetes mengalami penyempitan dan pengerasan pembuluh darah di kaki. Gangguan sirkulasi ini mengurangi kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri dari infeksi. Amputasi seringkali menjadi pilihan terakhir jika infeksi mengakibatkan kaki membusuk.
Diabetes juga berpengaruh negatif pada ginjal. Ginjal adalah organ yang terdiri dari jutaan pembuluh darah kapiler dimana di dalam kapiler tersebut terdapat lubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai penyaring. Darah penderita diabetes mengandung protein yang terlalu besar untuk saringan halus pada ginjal, apabila proses ini berlangsung bertahun-tahun maka ginjal akan rusak.
Selain komplikasi yang disebutkan diatas, ada pula komplikasi darah tinggi, komplikasi pada kulit (gatal-gatal karena infeksi bakteri atau gangguan sirkulasi darah), resiko hilang pendengaran, stroke, bahkan gangguan kejiwaan (stress, depresi). Untuk mengetahui secara lebih detail, silakan susuri referensi dari American Diabetes Association pada bagian akhir artikel ini.
Apakah Diabetes Type 2 Penyakit Autoimun?
Pada saat ini diabetes tipe 2 sedang dalam proses untuk didefiniskan ulang sebagai penyakit autoimun daripada sekedar gangguan metabolism biasa. Konsekuensinya pengobatan juga akan diarahkan ke arah pengobatan autoimun. Selama ini pengobatan yang tersedia di pasaran untuk diabetes type 2 semuanya bertujuan mengontrol kadar gula dalam darah.
Dalam percobaan yang dilakukan pada tikus laboratorium, antibodi yang diberinama anti-CD20 berhasil menghentikan diabetes tipe 2 pada tikus percobaan dan berhasil mengembalikan gula darahnya pada tingkat yang normal. Di pasar komersial anti-CD20 sudah tersedia di Amerika (disetujui FDA) untuk mengobati penyakit autoimun dan kanker darah.
Para peneliti percaya bahwa insulin resistance* – karakteristik khusus diabetes type 2 – disebabkan oleh sel B yang menyerang jaringan sendiri. Daniel Winer, seorang patologis endokrin dari Univ Totonto, dalam materi postdoctoral di Stanford University School of Medicine menyatakan : “Kami sedang dalam proses mendefinisikan ulang salah satu penyakit yang paling banyak diderita di Amerika Serikat sebagai penyakit autoimun, bukan penyakit gangguan metabolism biasa. Penelitian kami akan mengubah persepsi orang tentang kegemukan, dan mungkin metoda pengobatan di tahun-tahun mendatang dimana para dokter akan mengubah pengobatan mereka menjadi immune-modulation** untuk diabetes tipe 2”.
Beberapa tahun yang lalu, Daniel dan Shawn (Winer bersaudara) berspekulasi bahwa T cell (cell-mediated immune response) dan B cell (antibody response) menyebabkan reaksi peradangan pada jaringan lemak yang menyelubungi organ tubuh. Sel-sel lemak tumbuh cepat melampaui kecepatan suplai darah sehingga mengakibatkan reaksi peradangan. Selanjutnya sel-sel lemak mulai mati dan sel-sel imun yang berfungsi sebagai pembersih, macrofagus menjalankan tugasnya. Mekanisme ini terlihat dalam percobaan yang dilakukan terhadap tikus laboratorium.
Menurut Dr. Edgar Engleman (anggota peneliti paling senior dan direktur Stanford Blood Center) proses ini juga mengikutsertakan sel B dan sel T selain makrofagus. Setelah proses pembersihan sel-sel yang mati ini selesai, jaringan lemak yang tersisa menjadi resisten terhadap insulin. Hal ini mengakibatkan lemak meresap ke dalam darah. Kadar asam lemak yang terlalu tinggi di dalam darah menyebabkan penyakit perlemakan hati (fatty liver disease – FLD), kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi dan tubuh menjadi lebih resistensi lagi terhadap insulin.
Pada sebuah percobaan Winer bersaudara melakukan rekayasa genetika terhadap tikus-tikus laboratorium sehingga hewan-hewan tersebut mengalami defisiensi sel B. Tikus-tikus ini tidak mengalami resistensi insulin  sebagaimana tikus lain walaupun sama-sama gemuk karena makanan yang berkadar lemak dan kalori tinggi. Tetapi saat tikus-tikus ini disuntik sel B atau antibodi yang diambilkan dari penderita diabetes, kemampuan metabolism glukosa tikus-tikus tersebut hilang dan kadar insulin naik dengan cepat.
Untuk mengetahui apakah efek yang sama juga berlaku pada manusia, Wieners meneliti 32 orang dengan berat badan berlebih (obese) yang dipasang-pasangkan sesuai umur dan tinggi badan. Masing-masing pasangan identik dari segi umur dan tinggi badan, yang membedakan adalah tingkat resistensi insulinnya. Hasilnya adalah pada subject yang mempunyai resistensi insulin (menderita diabetes) terdeteksi antibodi yang melawan salah satu protein di tubuhnya sendiri sedangkan pada subject yang tidak menderita diabetes keberadaan antibodi tersebut tidak terdeteksi. Hasil ini lah yang membuat peneliti mengarahkan diabetes ke konsep autoimun.
Walaupun hasil-hasil percobaan menunjukkan bahwa immune modulation adalah terapi yang potensial, sampai benar-benar terbukti bahwa hasil yang sama bisa diperoleh pada manusia dan uji klinis mengalami keberhasilan, diet dan latihan fisik masih merupakan cara terbaik untuk mencegah diabetes tipe 2.
Catatan
* Insulin Resistance : Diabetes tipe 2 terjadi saat tubuh secara bertahap menjadi resisten terhadap insulin. Insulin adalah hormon yang mengatur pengolahan glukosa dan membantu penyaluran ke sel untuk diubah menjadi energi.
** Immune modulation : Intervensi medis dengan cara memodifikasi sistem kekebalan tubuh jika sel-sel imun tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Immune modulation berbeda dengan immune suppression karena immune modulation hanya menghambat / mengontrol sel-sel imun tertentu saja. Hal yang cukup mengejutkan adalah bahwa proses modulasi ini bisa dilakukan lewat diet.
Reference
  1. Type-2 Diabetes: An Autoimmune Disease? – American Autoimmune Related Disease Association
  2. Understanding Type 2 Diabetes – Diabetes Teaching Center at the University of                California
  3. Diabetes Complication – American Diabetes Association

Rematik Autoimun

Penyakit rematik autoimun (Rheumatic Autoimmune Disease – RAD) adalah penyakit yang gejalanya antara lain perasaan tidak nyaman, peradangan, kaku otot dan rasa sakit pada persendian (muscoskeletal system). Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit jaringan ikat (connective tissue). Jaringan ikat adalah jaringan yang menghubungkan bagian-bagian tubuh dan organ dalam tubuh. Contoh jaringan ikat adalah kulit, kartilago dan jaringan-jaringan lain pada persendian dan jaringan tubuh yang membungkus organ dalam. Pada penyakit RAD sistem kekebalan tubuh menyerang sendi, otot, kulit, pembuluh darah (blood vessels) dan menyebabkan radang (inflamasi). Radang  - kombinasi antara rasa sakit, melunaknya jaringan, bengkak, kemerahan bisa menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Kerusakan ini bisa terjadi dalam bentuk luka (scarring) pada jaringan atau pembuluh darah atau tergerusnya (erosi) persendian.
 
P1-Tangan penderita Rheumatoid Arthritis yang sudah berubah bentuk (source:Wikipedia)
Simptom umum penderita RAD
Penderita RAD umumnya mengalami gejala kelelahan yang amat sangat, sakit atau kaku pada persendian sehingga otot terasa lemah, ruam-ruam di kulit (skin rash), mati rasa (numbness) atau sensasi serasa ditusuk jarum (tingling) pada tangan atau kaki. Kadang-kadang penderita mengalami demam yang tidak diketahui penyebabnya. Ada juga yang mengalami gejala kekeringan di mata atau bahkan rambut rontok. Dengan simptom yang sangat umum dan bermacam-macam seperti itu, cukup susah untuk mendeteksi rematik autoimun baik bagi dokter maupun pasien. Pada tahap-tahap awal RAD susah dideteksi karena belum semua simptom muncul. Pada tahap ini tes laboratorium bisa membantu mendeteksi penyakit autoimun secara umum, tetapi penyakit autoimun yang mana secara spesifik masih belum terlihat jelas. Peran spesialis di bidang rematik (rheumatologist) akan sangat membantu.
Screening pertama yang harus dijalani oleh penderita RAD adalah tes Antinuclear Antibody (ANA). Pada tes ANA, orang tua yang mempunyai infeksi kronis atau pengguna obat-obatan tertentu bisa terdeteksi positif. Jika hasil tes ANA positif, tes ANA harus dikonfirmasi dengan tes yang lain. Hasil tes laboratorium dinyatakan dengan rasio, misalnya 1:40, 1:160 atau 1:640. Rasio 1:40 artinya setelah diencerkan 40 kali, ANA sudah tidak bisa terdeteksi. Rasio 1:40 lebih positif terkena RAD daripada 1:640. Contoh tes laboratorium yang bisa mendeteksi RAD:
·         Anti-dsDNA (lupus)
·         Anti-Sm (lupus dan mixed connective tissue disease)
·         Anti-Sm/RNP (lupus dan mixed connective tissue disease)
·         Anti-SSA/SSB (Sjgren syndrome)
·         Anti-Jo-1 (dermatomyositis, polymyositis)
·         Anti-Scl-70 (Scleroderma)
Pengobatan
Pengobatan RAD tergantung dari seberapa parah gejala yang diderita pasien dan keunikan yang dimiliki masing-masing penderita. Satu hal yang pasti adalah pentingnya identifikasi RAD dan pengobatan sedini mungkin untuk menghambat laju penyakit dan mempertahankan fungsi persendian dan organ dalam. Dibawah ini adalah pengobatan yang biasa diresepkan dokter untuk penderita RAD:
·         NSAIDs (non steroidal anti-inflammatory drugs) untuk meredakan sakit dan bengkak. Contoh: Ibuprofen, fenoprofen, naproxen, celecoxib, dan aspirin.
·         Steroid (glucocorticoids) digunakan untuk mengendalikan radang dan menekan sistem kekebalan. Obat-obatan ini bisa menekan kekebalan sehingga mencegah kerusakan organ. Jika anda belum mengerti mengapa penyakit autoimun diatasi dengan melemahkan sistem kekebalan tubuh, anda perlu membaca bagian lain di website ini tentang dasar-dasar sistem kekebalan tubuh.
·         DMARDs (disease-modifying anti-rheumatics drugs) digunakan untuk menekan sistem kekebalan yang over reaktif.  Contoh methothrexate, cyclophospamide, azathioprine, dll
·         Produk biologi (biologic medical product), merupakan obat jenis baru. Obat kategori ini bekerja dengan cara  menginterupsi proses terjadinya peradangan. Contoh adalimurnab, etanercept (Enbrel), infliximab, rituximab, abatacept, dll.
Penyakit-penyakit yang dikategorikan sebagai RAD
Lupus
Lupus disebut penyakit autoimun sistemik (multi-sistem) karena Lupus menyerang hampir seluruh organ tubuh yaitu pembuluh darah, otot, sendi, paru-paru, ginjal, jantung dan sistem saraf pusat. Ada tiga jenis kategori lupus. Yang paling umum dijumpai adalah Systemic Lupus Erythematosus (SLE), biasanya ketika orang menyebut Lupus yang dimaksud adalah SLE. Discoid Lupus Erythematosus adalah Lupus yang menyerang kulit, ditandai dengan penebalan kulit, munculnya sisik dan kemerahan pada wajah dan leher. Ada penyakit lupus yang diakibatkan karena konsumsi obat-obatan (Drug-Induced lupus). Lupus jenis ini biasanya akan hilang dengan sendirinya jika konsumsi obat dihentikan.
Simptom Lupus
·         Pembengkakan sendi
·         Otot sakit
·         Kelelahan yang amat sangat
·         Demam
·         Ruam-ruam di kulit, kemerahan pada wajah yang biasanya menyerupai bentuk kupu-kupu
·         Sensitifitas terhadap matahari atau cahaya
·         Luka pada mulut dan hidung bagian dalam
·         Gangguan ginjal (kencing bercampur darah atau kadar protein tinggi)
·         Rambut rontok
·         Sakit di dada saat menghirup nafas dalam-dalam
·         Kelenjar-kelanjar tubuh membengkak
·         Sel-sel darah tidak normal (sel darah putih, merah dan platelet terlalu sedikit)
·         Jika kedinginan jemari memucat atau berubah ungu (Raynaud’s phenomenon)
·         Darah mengental (hypercoagulability)
·         Gangguan saraf (gangguan cognitive dan kejang-kejang)
 
Rheumatoid Arthritis (RA)
Penyakit autoimun dimana sistem kekebalan menyerang synovium (lining of the joints). RA juga bisa menyerang paru-paru, ginjal dan organ lainnya. Symptom RA meliputi sakit dan kaku pada persendian. Pada tahap lanjutan, terjadi perubahan bentuk tulang dan sendi (deformity) sehingga sangat mengganggu mobilitas. Kadang-kadang gejala-gejala diatas disertai dengan kelelahan, demam, turun berat badan, anemia dan inflamasi di mata.
Scleroderma
Scleroderma adalah sekumpulan penyakit dimana terjadi pertumbuhan yang tidak normal dari jaringan ikat. Penyakit ini menunjukkan gejala-gejala berikut : kulit terasa keras, tebal dan mengencang sehingga pembuluh darah dan organ dalam ikut terpengaruh. Jika wajah terkena scleroderma, wajah tidak akan tampak simetris. Pada penderita scleroderma sistemik muncul kondisi-kondisi yang disingkat menjadi akronim CREST.
·         Calcinosis, kondisi dimana pada jaringan ikat terakumulasi calcium dalam konsentrasi yang tinggi
·         Raynaud’s phenomenon, pembuluh darah di jemari menyempit jika kedinginan. Jika darah mengalir lagi jari jemari akan kembali memerah.
·         Esophageal dysfunction, otot-otot halus di esophagus tidak sanggup bergerak normal sehingga mengakibatkan kesulitan saat menelan dan chronic heartburn (sensasi terbakar pada dada bagian bawah)
·         Sclerodactyly, tumbuhnya kulit yang tebal dan kencang pada jemari
·         Telenagiectasias, munculnya bintik-bintik pada wajah dan tangan yang disebabkan oleh pembengkakan pembuluh-pembuluh darah
Pada tahap lanjut pasien bisa mengalami kondisi pulmonary hypertension (tekanan darah tinggi pada pembuluh darah paru-paru) dan gangguan ginjal.
Sjgren syndrome
Penyakit ini menyerang kelenjar-kelenjar yang mengatur kelembaban seperti kelenjar liur dan air mata. Penyakit ini menyebabkan mulut, mata dan vagina mengering. Seperti halnya penyakit-penyakit lain yang sudah disebut diatas, Sjgren syndrome juga menyerang organ-organ dalam seperti ginjal, pembuluh darah, paru-paru, hati, pancreas, gastrointestinal (lambung dan usus), dan sistem saraf. Kadang-kadang disertai kelelahan dan nyeri sendi. Penyakit ini memperbesar peluang pasien terkena limfoma.
Myositis
Myositis adalah kondisi autoimun yang mengakibatkan kelemahan otot. Pada Polymyositis, terjadi radang otot di sekujur tubuh. Kadang-kadang disertai kesulitan saat menelan, demam dan kehilangan berat badan. Pasien akan kesulitan bangkit dari posisi duduk, mengangkat benda-benda dan menaikkan tangan hingga posisi diatas kepala. Dermatomyositis adalah penyakit dengan gejala yang hampir sama seperti polymyositis. Yang membedakan adalah pada dermatomyositis muncul bercak-bercak ungu kebiruan pada leher, wajah, bahu dan dada bagian atas.
Mixed Connective Tissue Disease (MTCD) dan Undifferentiated Connective Tissue Disease (UTCD)
MTCD adalah penyakit yang menyerang jaringan ikat. Para ahli masih memperdebatkan apakah MTCD adalah penyakit tersendiri atau penyakit-penyakit jaringan ikat yang tumpang tindih karena gejalanya adalah gabungan dari gejala-gejala Lupus, Scleroderma, Sjorgen dan Myositis. UTCD adalah penyakit RAD yang mempunyai sebagian dari gejala-gejala penyakit jaringan ikat yang disebutkan diatas tetapi jenis dan kualitasnya tidak cukup untuk diklasifikasikan ke dalam salah satu penyakit. Biasanya orang yang menderita UTCD mengalami derita ringan dimana organ dalam tidak ikut terimbas.

P2-Bagian-bagian persendian (gambar diambil dari Wikipedia)
Spondyloarthropathies
Kelompok penyakit ini menyerang persendian dan mengakibatkan inflamasi pada tulang belakang. Jenis-jenis penyakit ini:
  • Ankylosing spondylitis (AS) ditandai oleh radang kronis pada persambungan tulang belakang. Pada beberapa kasus terjadi radang pada sambungan bahu, tulang iga, pinggul, lutut dan kaki. AS dapat menyerang persambungan antara tulang dan tendon, ligamen atau joint capsule (salah satu komponen persendian – lihat gambar diatas). Ciri-ciri utama penyakit ini adalah peradangan pada sacroiliac joints (sambungan antara tulang belakang dan pelvis). Jika dibiarkan terlalu lama akan terjadi pertumbuhan tulang tambahan sehingga tulang belakang akan kehilangan fleksibilitas.
  • Psoriasis Arthritis adalah arthritis yang berhubungan dengan psoriasis. Psoriasis adalah penyakit autoimun pada kulit yang ditandai oleh kulit kemerahan, bersisik dan bercak-bercak kering. Kurang lebih 30% penderita Psoriasis terkena (Psoriasis) Arthritis dengan gejala rasa sakit, bengkak dan rasa kaku pada sendi.
  • Reactive arthritis adalah arthritis yang terjadi karena adanya infeksi. Sendi-sendi menjadi bengkak, lunak dan terasa hangat terutama di daerah kaki bagian bawah paha (lower extremity).
  • Enteropathic spondyloarthritis adalah arthritis yang menyertai inflammatory bowel diseases seperti Crohn’s disease dan ulcerative colitis.
Catatan: Artikel diatas adalah terjemahan bebas dari website AARDA (American Autoimmune Related Disease Association).
Catatan khusus: Seorang customer penulis (penderita Ankylosing Spondylitis) mengalami perbaikan yang signifikan setelah mengkonsumsi Transfer Factor Tri Factor Formula (TF Advance) secara teratur.
Referensi

More

Whats Hot